Selasa, 9 September 2008
Surat Cinta Dari Seorang Ayah
Nak…
menjadi ayah itu indah dan mulia, dengan itu aku bangga. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini.
Kecemasan yang besar dan indah itu kerana didasari sebuah cinta. Meskipun demikian, ketahuilah, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi ku akui, betapa sepanjang masa kehadiranmu disisiku, aku seperti menemui makna keberadaanku dan tugas kebapakanku terhadapmu.
Sepanjang masa keberadaanmu adalah suatu masa terindah dan paling aku banggakan dihadapan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan sekalipun aku membanggakanmu ketika aku duduk berduaan denganmu dihadapanNya, hingga saat usia senja menanti.
Nak….
saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan cinta ibumu. Sebagai bukti dan pengikat bahwa aku dan ibumu tak akan pernah terpisahkan oleh apapun dan siapapun.
Tapi…
seiring waktu berjalan, ketika engkau tumbuh besar dan telah pula pandai bicara, ketika engkau telah mampu membantah suruhanku dengan kata “ ‘TIDAK MAU “ tersentak didadaku…!
Hingga membuat diriku tersedar siapa engkau sesungguhnya. Engkau ternyata bukan milikku, bukan pula milik isteriku ibumu, engkau adalah milik Allah yang dititipkan kepadaku.
Dari itu tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdian sesungguhnya hanya patut untukNya.Sejak saat itu, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya.
Tugasku bukanlah membuatmu dikagumi orang lain, tapi tugasku sebenarnya adalah membuatmu dicintai Allah, untuk itu aku harus mendekatkanmu kepadaNya.
Inilah usaha terberatku, kerana disitu ertinya aku harus terlebih dahulu memberikan contoh kepadamu bagaimana mendekatkan diri denganNya. Keinginanku harus sesuai dengan keinginanNya Sang Pemilikmu agar perjalananku untuk mendekatkanmu kepadaNya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua bergandingan dengan ibumu, tak pernah engkau kami biarkan tersandung kerikil tajam, terperosok kelembah hitam. Kugenggam jemarimu kupeluk jiwamu, agar dapat kau rasakan hangatnya perjalanan rohani ini.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, kutarik engkau dengan belaian sayang kerana kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mendekat denganNya tak kenal letih tak kenal berhenti.. Berhenti bererti mati mata hati. Inilah kata-kataku. Acap kali kubelai kupeluk dan kuusap air matamu ketika engkau hampir putus asa.
Akhirnya nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan dihadapanNya di padang mahsyar, kudapati jarakku amat jauh dariNya, aku ikhlas, aku rela dan aku redha, karena seperti itulah aku di dunia.
Tapi kalau boleh aku berharap, aku ingin melihatmu disaat itu engkau berada dalam pelukanNya dekat sekali dengan Kasih dan CintaNya.
Bangga aku, aku bangga, kerana itulah bukti bahwa engkau yang dititipkan kepadaku telah dapat pula aku kembalikan kepada PemilikNya, Allah Rabbul ‘Alamin.
Wassalamu 'alaikum.
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan