Sabtu, 6 September 2008

Membaca Al-Qur’an di Bulan Ramadhan


A. Banyak Membaca Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Kita semua dianjurkan agar memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan ini. Di antara keadaan Salafus Shalih adalah selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an (mulai dari membaca, mempelajari dan mentadabburinya) .

Malaikat Jibril memperdengarkan Al-Qur’an kepada Rasulullah saw pada bulan Ramadhan. Usman bin Affan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari pada bulan Ramadhan. Sebahagian Salafus Shalih mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat Tarawih setiap tiga malam sekali. Sebahagian lagi setiap tujuh malam sekali. Sementara sebahagian lainnya mengkhatamkannya setiap sepuluh malam sekali. Mereka selalu membaca Al-Qur’an baik di dalam shalat mahupun di luar shalat.

Bahkan Imam Asy-Syafi’i dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enam puluh kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan. Sementara Al-Aswad mengkhatamkannya setiap dua hari sekali. Adapun Qatadah selalu mengkhatamkannya setiap tujuh hari sekali di luar Ramadhan, sedangkan pada bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap tiga hari sekali.


Dan pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap malam. Pada bulan Ramadhan Imam Az-Zuhri menutup majlis-majlis hadits dan majlis-majlis ilmu yang biasa diisinya. Beliau mengkhususkan diri membaca Al-Qur’an dari mushhaf. Demikian pula Imam Ats-Tsauri, beliau meninggalkan ibadah-ibadah lain dan mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur’an.

Ibnu Rajab berkata: “Larangan mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari tertuju bagi yang membiasakan hal itu. Adapun pada waktu-waktu yang utama seperti bulan Ramadhan, terkhusus lagi pada malam-malam yang diperkirakan sebagai malam Lailatul Qadar, atau di tempat-tempat yang utama, seperti Makkah bagi selain ahli Makkah, maka dianjurkan agar memperbanyak membaca Al-Qur’an. Supaya mendapat keutamaan pada waktu dan tempat tersebut. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan ulama lainnya.

Demikianlah yang dapat kita saksikan dari kebiasaan mereka sebagaimana yang telah kita sebutkan tadi.


B. Menangis Tatkala Membaca Atau Mendengar Al-Qur’an

Mendendangkan Al-Qur’an layaknya mendendangkan syair tanpa mentadabburi dan memahaminya bukanlah termasuk petunjuk Salaf. Bahkan jiwa mereka bergetar dan hati mereka tersentuh begitu mendengar untaian Kalamullah dibacakan.

Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu bahwa ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Bacalah Al-Qur’an untukku!” Aku berkata: “Apakah aku membacakannya untukmu sedangkan ia diturunkan kepadamu?”

Rasulullah saw bersabda: “Aku senang mendengarkannya dari orang lain.” Aku pun membacakan untuknya surat An-Nisa’, hingga sampai pada ayat yang berbunyi: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (An-Nisa’: 41)
beliau mengatakan: Hasbuka (cukup). Aku menoleh kepadanya, ternyata kedua mata beliau menitiskan air mata.”

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: “Tatkala turun ayat: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis.” (An-Najm: 59-60) Ahlu Suffah (orang yang bermukim di serambi masjid Nabi) menangis hingga titisan air mata membasahi pipi mereka. Ketika hal itu didengari oleh Rasulullah saw, beliau tersentuh dan ikut menangis bersama mereka. Melihat hal itu kami pun turut menangis.

Kemudian Rasulullah saw bersabda:
“Tidak akan masuk api Neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah.”

Suatu ketika Abdullah bin Mas’ud membaca surah Al-Muthaffifin, tatkala sampai ayat yang berbunyi: “Yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (Al-Mutahffifin: 5) beliau menangis hingga bersimpuh dan tidak mampu melanjutkan ayat berikutnya.

Diriwayatkan dari Muzahim bin Zufar ia berkata: “Pada suatu kesempatan, Sufyan Ats-Tsauri mengimami kami shalat. Ketika sampai ayat: “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5) beliau menangis hingga terputus bacaannya sehingga beliau mengulanginya kembali dari awal.”

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Asy’ats ia berkata: “Pada suatu malam saya mendengar Fudhail tengah membaca surah Muhammad hingga beliau menangis dan mengulang-ulang ayat berbunyi: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ehwalmu.” (Muhammad:31)

Beliau berkata: “dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ehwalmu!” beliau terus mengulang-ulang: “Agar Engkau menyatakan baik buruknya hal ehwal kami!” Jika Engkau nyatakan hal ehwal kami, akan tersingkaplah borok-borok kami. Jika Engkau nyatakan hal ehwal kami, nescaya Engkau akan membinasakan dan mengazab kami,” sedangkan beliau tetap terus menangis.

Tiada ulasan: