Selasa, 10 Mac 2015

Kita Berhutang Kepada Anak-anak Kita

Kita selalu berhutang banyak cinta kepada anak-anak.

Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah. Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar faham kesalahan yang mereka lakukan.

Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.

Tetapi seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka, mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya, menghibur kita dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya.

Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.
 
Kita selalu berhutang banyak kebahagiaan untuk anak-anak kita.

Kita katakan kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, tetapi kenyataannya merekalah yang membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.

Kita merasa bahawa kita boleh menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka, tetapi sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan.

Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita dan menghapuskan air mata kita.
 
Kita selalu berhutang banyak waktu tentang anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, dan bermain dengan mereka?

Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mereka?
 
Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang selalu lebih dewasa dan bijaksana daripada kita.

Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya.

Seburuk apapun kita sebagai orang tua, mereka selalu bersiap sedia untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punyai.

Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita...

Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.

Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.

Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak dapat merancang masa depan kita sendiri.

Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencuba membuat kita bahagia.
 
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang dan penyesalan, katakan kepada mereka,

"Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan... Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Tuhan tak berkenan.

Maafkan kerana hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang dapat membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya... Lebih baik dari sebelumnya."

 

Tiada ulasan: